Minggu, 09 Februari 2014

Peradaban Kuno Eropa : Yunani Romawi



Yunani adalah sebuah Negara yang terletak di laut Mediterania. Orang Yunani menyebut Negara mereka dengan Hellas atau Ellada dan menyebut bangsa mereka sebagai bangsa Hellen. Sedangkan didalam bahasa Inggris Yunani disebut Greece yang diduga diambil dari bahasa Latin Graeco yang mengarah ke semenanjung Apenia yang menjadi koloni Yunani dengan sebutan Magna Graecia.
Pada zaman kuno wilayah Yunani tidak hanya meliputi wilayah yang dikenal dengan Yunani sekarang namun meliputi wilayah-wilayah di sekitar laut Aegea yang terdiri dari gunung-gunung, semenanjung, dan teluk-teluk. Hal ini menyebabkan Yunani terbagi menjadi beberapa daerah-daerah kecil sehingga mendorong terbentuknya masyarakat kecil dan terisolir. Daerah pegunungan tersebut merupakan tanah yang tandus, sehingga menakdirkan bangsa Yunani hidup miskin kecuali mereka mampu menemukan sumber-sumber kehidupan yang lain yang lebih makmur (Soetopo, 1992:3). Keadaan geografis ini mendorong masyarakat Yunani hidup sebagai pedagang dan sebagian lagi menjadi petani gandum. Disamping itu, bangsa Yunani dikelilingi oleh beberapa laut, seperti laut Aegea, laut Hitam, dan laut Tengah. Laut-laut tersebut memiliki iklim yang nyaman sehingga dapat dilayari dengan perahu sederhana. Pemanfaatan laut telah membuat bangsa Yunani memiliki sumber penghasilan lain dan mereka bisa berhubungan dengan pusat-pusat peradaban lainnya, tempat mereka memperoleh ide-ide baru.
Sejarah peradaban Yunani kuno dimulai di pulau Kreta (Creta) dengan pusat pemerintahannya di Knossus yang terletak dibagian Timur Laut Tengah, sedikit ke Selatan dari semenanjung Yunani. Pulau Kreta letaknya amat strategis, sebab ditengah-tengah Laut Tengah yang dibentuk oleh tiga benua yaitu benua Afrika dibagian selatannya, benua Asia dibagian baratnya dan benua Eropa dibagian utaranya (Adisusilo, 2005:5). Karena letaknya yang berada ditengah-tengah lautan, pulau Kreta aman dari berbagai ancaman pihak luar. Penduduk pulau Kreta membangun kota-kotanya tanpa dinding perlindungan namun disisi lain mereka memiliki angkatan laut yang kuat sebagai bentuk pertahanan. Sebagai Negara maritim, masyarakat pulau Kreta sudah melakukan perdagangan dengan Negara-negara tetangga seperti Mesir, pulau Sisilia, Syiria, dan Asia Kecil, nama pelabuhan yang terkenal adalah Phaestus. Di pulau Kreta ini lahirlah peradaban tertua dan tinggi di Eropa serta tempat berkembangnya peradaban Minoa atau minos. Kebudayaan Minos yang berasal dari pulau Kreta menghasilkan kebudayaan-kebudayaan yang sangat berpengaruh terhadap Yunani, kebudayaannya pun berkembang hingga ke Eropa dan menjadi cikal bakal peradaban selanjutnya.
Pada sekitar tahun 1500 SM muncullah kebudayaan di Yunani dan di pulau-pulau sekitar laut Aegea, salah satunya adalah Mycenae yang kemudian dipakai sebagai nama zaman. Pada zaman Mycenae ketrampilan teknik, seni, sastra, dan agama mengadopsi dari kebudayaan pulau Kreta. Kemajuan peradaban di Yunani berhubungan dengan perluasan kerajaan, sentralisasi kekuasaan politik raja, dominasi golongan aristokratis dalam masyarakat, dan pengaruh-pengaruh yang diperoleh dari Timur Tengah (Soetopo, 1993:4).  Para pemimpin pada zaman Mycenae kurang mampu mengembangkan sistem pemerintahan, seni, sastra, dan agama sehingga kebudayaan pada zaman ini sangat sedikit dan kurang kreatif. Tindakan fatal yang dilakukan bangsa Yunani Mycenae adalah penyerbuan terhadap pulau Kreta yang akhirnya menghancurkan sumber utama kebudayaan Mycenae sendiri. Peristiwa ini merupakan awal dari sejarah Yunani.
Pada sekitar abad ke 9 SM terjadi migrasi yang diawali oleh suku Doria yang menempati semenanjung Peloponesos ( Yunani bagian barat). Suku-suku bangsa yang pada saat itu terdapat di Peloponesos ialah Aetolia di bagian barat, dan Ionia di  daerah Attica. Suku bangsa Yunani tersebut kemudian melakukan kolonisasi ke Timur, pantai barat laut Aegea. Dalam karangan Homerus yaitu Iliad  dan Odyssey disebutkan bahwa wilayah Yunani terbagi atas kerajaan-kerajaan kecil yang didominasi oleh tanah-tanah pertanian. Setiap kerajaan kecil tersebut diperintah oleh kepala suku yang berani dan aktif memimpin rakyatnya dalam perang, memutuskan perselisihan, dan memimpin upacara-upacara keagamaan. Ini merupakan kekuasaan raja yang bersifat absolut. Lambat laun kekuasaan raja yang bersifat absolut ini tidak disukai rakyat. Akhirnya kerajaan dihapuskan, dan timbullah macam Negara yang dinamakan polis yang terpusat pada kota (praja) (Mangoenrahardjo, 1976:2). Suku Doria kemudian mengembangkan polis Sparta yang bercirikan militerisme, kotanya dibangun tanpa benteng pertahanan, sebab setiap warga diwajibkan untuk melindungi Negara sebagai seorang militer.  Disisi lain suku Ionia membangun polis Athena di semenanjung Attica yang bersifat demokratis. Kotanya dilindungi oleh benteng-benteng kokoh dan dikelilingi oleh tempat tinggal para budak atau masyarakat kelas dua seperti petani dan nelayan. Sementara itu suku Akhaia yang semula mendiami semenanjung Peloponesos harus bergeser ke barat laut semenanjung Peloponesos karena desakan dari suku Doria, sebagian lagi melarikan diri ke pulau-pulau Asia kecil, ke laut Hitam, selat Dardanela-Bospores dan pulau Siprus. Sedangkan di bagian utara tinggallah suku Macedonia.
Kekuasaan polis Athena berkembang terutama di sepanjang abad ke-6, yaitu dengan memperkuat pemerintahan demokrasi dan perluasan daerah kekuasaan. Namun perkembangan tersebut tidak hanya di bidang politik. Ilmu pengetahuan dan kesenian juga berkembang, terutama seni pahat dan seni sastra yang masih dapat dijumpai hingga saat ini. Athena menjadi contoh polis modern, paling maju, demokratis dibawah sejumlah tokoh pembaharu seperti Dragon, Solon, Kleisthenes, Themistokles, dan Pirakles (Adisusilo, 2005:9). Dibawah para pemimpin tersebut Athena sebagai polis modern yang  melambangkan rasionalitas, keunggulan, dan kreatifitas manusia. Selain polis Athena, polis Sparta juga memiliki wilayah kekuasaan yang luas. Sparta menaklukan suku-suku di sekitar Peloponesos dan menjadi koloni Sparta yang harus membayar upeti. Kekuasaan tertinggi polis Sparta berada di tangan Dewan Orang Tua (Gerousia) yang dipilih dari kaum laki-laki Sparta diantara dewan militer. Dengan kekuatan militernya Sparta menguasai Peloponesos dan menjadi ancaman bagi Athena.
Sebenarnya pada masa awal sejarah Yunani sudah banyak terjadi perselisihan antar Negara kota, namun sebagian besar perhatian bangsa Yunani tercurahkan untuk mengurusi internalnya sampai terciptanya Yunani yang memiliki kekuatan yang utuh pada tahun 500 SM. Pada sekitar tahun 490-479 SM Yunani mengalami masa puncak kejayaan atas kemenangannya dalam perang malawan Persia (Persian War). Setelah ancaman dari Persia berakhir, Yunani secara perlahan-lahan mengubah liga (persatuan polis-polis di Peloponesos untuk mengalahkan Persia) menjadi imperium yang berada dibawah kekuasaan Yunani. Yunani juga mendesak polis-polis disekitar Athena untuk bergabung ke dalam liga. Imperialisme Athena mencapai puncaknya saat dipimpin oleh Pericles pada tahun 461 SM. Pericles dikenal sebagai seorang demokrat, sehingga kebijakan-kebijakannya pun menyangkut  kepentingan-kepentingan umum dan ia dikenal sebagai tokoh yang memikirkan kemakmuran dan kebesaran Athena (Soetopo, 1992:30-31). Pada tahun 445 SM Athena mengadakan perjanjian perdamaian dengan Sparta dan Persia yang dikenal dengan “ Gencatan Senjata 30 Tahun”. Namun timbul kekhawatiran Negara-negara kota yang berada dibawah kekuasaan Athena. Mereka khawatir kalau kelak Athena akan mengambil kemerdekaan mereka, karena mereka tidak diperkenankan untuk menjadi warga Athena dan juga belum dipertimbangkan untuk menduduki kursi kepemimpinan dalam pemerintahan Athena. Hal ini menimbulkan reaksi terhadap Athena di seluruh wilayah Yunani.
Perdamaian yang mencekam di wilayah Yunani pecah pada tahun 431 SM menjadi perang Peloponesos yang lahir dari berkembangnya rasa benci terhadap Athena. Beberapa polis terutama Corinth meyakinkan Sparta bahwa Athena berkeinginan melanggar Gencatan Senjata 30 Tahun. Penduduk Athena yang terkurung dalam dinding kota mengalami wabah penyakit pes, salah satu korbannya adalah Pericles. Athena tidak memiliki kekuatan untuk mengalahkan Sparta, sehingga menderita kekalahan, di lain pihak penduduk kota terbebani biaya perang yang tidak sedikit. Pada tahun 421 SM Athena dan Sparta menandatangani Gencatan Senjata 30 Tahun, namun gencatan senjata itu hanya berlangsung sampai tahun 415 SM. Sejak meletus kembali perang Peloponesos, Athena mengalami kemunduran dan kekalahan. Di lain pihak Sparta mengadakan kerjasama dengan kerajaan Persia. Sparta memperbolehkan Persia menguasai kembali kota-kota Yunani di Asia Kecil, sedangkan Persia bersedia memberikan sumbangan uang dan bantuan kapal kepada Sparta. Pada tahun 404 SM Athena menyatakan diri kalah atas Sparta dan Sparta memaksa Athena untuk meruntuhkan dinding kota, menghancurkan 12 kapal dan tunduk kepada pemerintahan Oligarki yang dikawal oleh pasukan Sparta.
Setelah kekuasaan Athena lenyap, Sparta mengambil alih kekuasaan atas Yunani. Namun kekuasaan Sparta tidak lebih baik dari Athena. Bila ada Negara kota Yunani yang mengajukan protes atas pemerintahannya yang semena-mena, Sparta tidak sungkan untuk meminta bantuan kepada Persia yang diterima dengan senang hati. Kebencian terhadap Sparta telah memunculkan serangkaian perang baru. Soetopo dalam bukunya Sejarah Eropa 1 menyebutkan Ahli filsafat besar semacam Plato dan Aristoteles yang hidup dalam abad ke-4 SM berpendapat bahwa yang sesuai dengan bangsa Yunani adalah Negara-negara kota yang kecil. Dengan demikian tidak akan munculnya pertikaian diantara masing-masing Negara kota.
 Negara-negara kota Yunani yang tidak bisa mengatasi permasalahannya dimanfaatkan oleh Macedonia untuk menguasai Yunani. Macedonia adalah sebuah negeri yang tandus dan memiliki kebudayaan lebih terbelakang dari Yunani. Namun saat diperintah oleh Philip II pada tahun 359-336 SM Macedonia mengalami pembaharuan. Philip II memperbaiki kerajaannya, terutama angkatan darat. Rakyat Macedonia dilatih untuk menjadi prajurit-prajurit yang disiplin dan setia. Philip II adalah seorang negarawan pada abad ke-4 SM yang merasa prihatin atas terjadinya peperangan di antara Negara-negara kota Yunani yang berlangsung hampir 100 tahun. Philip II berusasha mengakhiri kemelut Negara-negara kota Yunani dan memaksa bergabung dalam sebuah persatuan. Persatuan tersebut dapat mengantisipasi kemungkinan timbulnya gerakan yang dilakukan oleh kota-kota tersebut. Setelah Philip II tewas, anaknya yang bernama Alexander (yang dikenal dengan nama Iskandar di Asia) berhasil menumbangkan kerajaan Persia dan sampai juga ke daerah India. Alexander diketahui adalah murid dari Plato dan terinspirasi darinya. Namun Alexander menolak pemikiran Plato yang menitik beratkan kepada pemikiran imajinatif. Setelah kekuasaan Alexander berakhir, panglimanya membagi-bagikan kerajaan yang telah dibentuknya. Para panglima yang merasa tidak cukup kuat akhirnya membentuk persekutuan liga untuk mempertahankan diri. Satu diantaranya adalah liga Aelia yang dengan gegabah meminta bantuan kepada kerajaan Romawi. Tindakan itu mengakibatkan Yunani menjadi provinsi Romawi pada tahun 146 SM.
Kata Romawi berasal dari nama kakek moyang bangsa Romawi, yaitu Remus dan Romulus. Roma didirikan pada sekitar tahun 1000 SM oleh bangsa yang memakai bahasa Indo-Eropa. Titik pertama sejarah Roma terjadi sekitar tahun 650 SM. Ketika bangsa Etruscan, yang bergerak ke selatan dari Tuscany, menundukkan desa-desa yang didirikan disepanjang sungai Tiber. Etruscan kemudian mempersatukan desa-desa disekeliling Roma kedalam satu Negara kota yang diperintah oleh seorang raja yang kuat. Penduduk dibagi kedalam dua golongan, yaitu golongan Patricia (bangsawan dan orang kaya) dan golongan Plebeia (penduduk golongan rendah dan miskin). Golongan Patricia masih dibagi kedalam klan-klan, sedangkan golongan Plebeia keberadaannya diluar klan. Bangsa Etruscan juga mengajarkan ketrampilan teknik yang dapat menambah kemakmuran bercocok tanam, ketrampilan berdagang, dan ketrampilan memproduksi barang (manufaktur) (Soetopo, 1992:44). Pada tahun 509 SM Roma menyatakan bergabung dengan kaum pemberontak dan menyerang bangsa Etruscan. Dari pemberontakan tersebut Roma berhasil menumbangkan kekuasaan bangsa Etruscan. Kedudukan raja diganti dengan dua orang konsul yang dipilih dari golongan Patricia setiap tahun sekali. Revolusi ini menandai awal terbentuknya pemerintahan republik Roma.
Pada tahun 509 – 350 SM merupakan masa yang menentukan bagi Roma. Karena beberapa wilayah yang dahulu dikuasai bangsa Etruscan saling memperebutkan warisan. Keadaan kacau diperparah dengan masuknya pendatang asing ke Italia, yaitu Gaul sekitar tahun 400 SM. Dengan begitu Roma menjadi kancah perang.  Berkat dukungan dan pengorbanan warga negaranya, Roma mampu mempertahankan diri dari kehancuran. Untuk mempertahankan kesetiaan rakyat dari daerah yang berhasil ditaklukannya, Roma memperkenankan beberapa kelompok untuk menjadi warga Negara Roma. Sedangkan beberapa kelompok yang lain masih diberi kebebasan mengurus pemerintahannya di dalam negeri.
Semenjak Etruscan disingkirkan Roma, kekuasaan politik jatuh ketangan aristrokat dari golongan Patricia, dan mereka Nampak ingin mempergunakan kekuasaan untuk kepentingan pribadi. Sedikit demi sedikit kaum Plebeia memperoleh hak dan kekuasaan yang lebih besar untuk berperan dalam pemerintahan kota. Mereka diperkenankan memasuki dinas militer. Kaum plebeia diperkenankan oleh pemerintah menikah dengan kaum Patricia, hasil dari perubahan politik dan sosial ini dapat diamati pada keadaan pemerintahan Roma pada tahun 265 SM (Soetopo, 1992:47). Sebuah lembaga baru, dibentuk untuk menampung suara seluruh warga Negara guna mengawasi atau mengarahkan kekuasaan golongan minoritas Patricia. Pada tahun 265 SM pemerintahan republik Roma meletakkan kekuasaan pemerintahan ke tangan rakyat. Namun dalam prakteknya diperintah oleh sekelompok Aristokrat yang kaya. Para Aristokrat ini mengontrol secara mutlak dua bagian pemerintahan, yaitu Magistrat dan Senat (lembaga penasehat). Magistrat dipimpin oleh dua orang konsul yang membawahi urusan sipil dan militer. Lembaga senat lebih berkuasa daripada Magistrat. Senat merupakan lembaga penasehat, yang bertugas membuat kebijaksanaan politik dalam Negara.
 Sesudah tahun 265 SM Roma berkuasa dan telah merubah posisi di kawasan sekitar Laut Tengah. Perhatian dan tenaga Roma dicurahkan kepada pembangunan kekuatan Roma diantara Negara lain di Laut Tengah yaitu dengan menaklukkan dan memasukkannya ke dalam wilayah imperium yang luas.Serangan pertama antara Roma dan Carthago di Afrika merupakan peristiwa yang menetukan. Carthago merupakan salah satu pesaing tangguh Roma yang telah menjalankan pemerintahannya sendiri sejak Phoenisia ditaklukan oleh Assyria pada abad ke-8 SM. Pada tahun 256 SM, Carthago berusaha mengambil alih Negara kota Yunani yang terletak di Sisilia kedalah wilayahnya. Salah satu dari kota-kota itu mengadukannya kepada Roma. Pada awalnya Roma kurang menanggapi masalah tersebut. Namun pada akhirnya Roma memutuskan untuk membantu Negara kota Yunani di Sisilia, karena letak benteng Carthago yang begitu dekat dengan wilayah Roma merupakan ancaman yang serius.
Perang Punic pertama terjadi pada tahun 264-241 SM antara Carthago dan Roma yang memperebutkan Sisilia. Melihat pada kekuatan armada laut Roma yang kuat, Carthago mengajukan perdamaian tahun 241 SM. Berdasarkan perjanjian damai tersebut Roma memperoleh Sisilia dan menerima sejumlah uang kompensasi. Meskipun perjanjian damai telah disepakati, namun permusuhan antara kedua belah pihak belum juga usai, hingga pecah pada perang Punic kedua pada tahun 218-201 SM. Pada perang Punic kedua ini Roma memperoleh kemenangan dengan Carthago diminta untuk menyerahkan Laut Spanyol, membayar harta rampasan perang selama 50 tahun, dilarang mengadakan perang di Afrika dan diluar Afrika tanpa seizin Roma. Dengan demikian Carthago menjadi sebuah Negara kecil, dan Roma menjadi tuan rumah di Laut Tengah sebelah barat.
Pada tahun 146 SM Yunani masuk kedalam kekuasaan Romawi. Dengan demikian Roma menguasai Yunani secara politik. Namun sebaliknya, kebudayaan Yunani menguasai Romawi. Mitologi Yunani menjadi bagian dari kebudayaan Romawi. Kebesaran Roma lambat laun mengalami kemunduran, akibat perebutan kekuasaan antara para consul seperti yang terjadi antara Caesar, Pompeius, dan Crassus pada tahun 60 SM. Ketiga orang ini dikenal dengan Triumvirat. Julius Caesar dipilih menjadi konsul pada tahun 59 SM. Setelah menyelesaikan tugasnya sebagai konsul, Caesar pergi ke Gaul sebagai prokonsul pada tahun 58-49 SM dan berhasil memasukkan wilayah tersebut ke dalam imperium Roma. Setelah Crassus meninggal dalam pertempuran di Mesopotamia tahun 53 SM, pertikaian antara Caesar dan Pompeius tidak bisa terhindarkan lagi. Pompeius berusaha merangkul senat dan menyingkirkan Caesar, namun Caesar terlebih dahulu menguasai Peninsula (semenanjung Italia) dan Pompeius melarikan diri ke Mesir dan dibunuh oleh orang Mesir yang ingin memperoleh keuntungan dari kemenangan Caesar pada tahun 48 SM. Akhirnya Julius Caesar menjadi penguasa tunggal Romawi. Caesar ingin mengubah pemerintahan Republik yang lama untuk membangun Roma yang baru. Namun hal ini banyak menimbulkan pertentangan dari golongan Aristokrat yang sadar akan keinginan Caesar untuk menghancurkan sistem pemerintahan republik terdahulu. Mereka berusaha untuk menghentikan langkah-langkah Caesar dengan cara membunuh Caesar, saat Caesar memasuki ruang sidang senat. Sesudah Caesar tebunuh tercipta perselisihan antara dua konsul yang lain, yaitu Octavianus dan Antonius yang menjabat sebagai panglima. Sesudah kemenangan Octavianus di Actium pada tahun 31 SM ia dinobatkan sebagai Imperator dengan nama penobatan Augustus dan pemerintahan republik di Roma. Imperator tersebut dinamakan imperator dari dinasti Julio Claudius yang memerintah hingga tahun 192 M (Mangoenrahadjo, 1976:7). Pada tahun 337 M, Roma dibagi menjadi dua Imperium yaitu, bagian barat dengan ibukota Roma, dan bagian timur dengan ibukota Constantinopel. Akhirnya imperium barat runtuh pada tahun 476 M karena invasi bangsa Huna dari Asia, sedangkan imperium Timur dikalahkan oleh bangsa Turki pada tahun 1452 M.

Daftar Rujukan

Adisusilo, Sutarjo. 2007. Sejarah Pemikiran Barat.Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.
Mangoenrahardjo, Soetomo. 1976. Mitologi Yunani-Romawi. Jakarta: Tarate Bandung.
Soetopo. 1992. Sejarah Eropa I. Malang: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Malang
Sudrajat. 2010. Yunani Sebagai Icon Peradaban Barat. 8 (1). (Online), (http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/YUNANI%20SEBAGAI%20ICON%20PERADABAN%20BARAT_0.pdf), diakses 32 Januari 2014.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Leave Your Comment Please...